Sabtu, 25 Mei 2013
Warna Warni Pengalaman
Hari ini dapat job dadakan jd volunter job’s fair di PKP. Bertemu dengan perusahaan-perusahaan, dan tentunya para pencari kerja. Banyak pelajaran bin pengalaman, baik dengan wawancara ( cerita2 ) dan observasi (liat-liat).
*cerita-cerita dengan pelamar kerja di stand perusahaan tempat ana bertugas td, katax ni “ dulu saya pernah interview di sebuah perusahaan. Interviewx pke bhs. Inggris. Saya heran, para pelamar yang lain berbagai pertanyaan dihidangkan, tp sy cuman satu menu pertanyaan”. Dan yg paling membuat ana “terkesima” ktika dia blg “ klo interviewerx bertanya, pertanyaanx blum slese, sy lngsung jawab, alias sy potong pertanyaanx”. Ana nax, trus apa yg mbuat gak lulus? Katax” untuk interview selanjutx, sepertix saya harus memperbaiki cara bicara saya ( tdk memotong pertanyaan/pembicaraan).
>>> ATTITUDE. Ana pernah mengikuti seminar, dan yang paling diperhitungkan dalam dunia keja adalah sikap, Intelektual alias IPK mah urutan kesekian. Ingat filmx 3 IDIOT ? Film kesukaan ana. Mengajarkan bgmana seorang Ranchondas mampu mengantrkan kedua sahabatx, Farhan dan Raju, pada keberhasilan. Tapi bukan itu yg ingin ana bahas. Mari mengingat lagi film itu ( bagi yg blum , segera mi ). Ketika seorah Raju melamar k perusahaan yg ketika wawancara dia bersikap terus terang, kemudian kata interviewerx “ Begini, keterus teranganmu ini tdk baik utk perusahaan kami.Kami btuh seseorang yang mampu berdiplomasi utk melayani para pelanggan. Dan caramu ini terlalu lurus. Namun, jika kamu dapat memberikan jaminan bahwa kamu dpt mengendalikan sifat kamu ini, maka sesuatu bisa saja terjadi ( diterima )”. Kemudian jawab Raju“...sepertinya itu tdk akan terjadi Pak.” Kemudian ia berbalik keluar. Tiba2 sang interviewer memanggilnya dan berkata “ Tunggu. Aku sudah melakukan perekrutan selama 25 tahun. Melakukan banyak wawancara. Untuk mendapatkan pekerjaan, orang-orang selalu mngatakan” iya “ atas apa yang kami minta. Darimana asalmu ? Berapa gaji yag saudara inginkan ? Mari kita bicarakan”.
*banyak yg ana amati yg ana berkesimpulan pentingx organisasi
>>> perlunya JARINGAN, LINK, RELASI. Itulah gunanya ORGANISASI. Ana teringat dulu, ketika usia ana msih muda di usia kampus, ana nax ke senior yg dah kerja “ Kak, apa gunax organisasi kah ? Jawabnya” Nantilah di dunia kerja, baru jawab sendiri “<<<
*lagi-lagi cerita2 dengan seorang kakak yg panggil jd volunter( mantan ketua FKMKI ). Katax “ sy punya teman, dia kerja di Bank BCA, gajinya 8 jutaan ( lupaka’, yg jelasnya >8jt), tapi dia bosan dengan kerjanya ( wah, gaji segitu bosan ? ), krn kerjanya monoton. Akhirnya dari gajinya ia membeli lahan dan di tanami ubi gajah, panen pertama hasilnya puluhan juta ( klo gak salah 30 juta ), kmudian beli lagi lahan. Dan skrg berhenti jadi pegawai Bank”.
>>>Alhamdulillah, ana anak pertanian<<<
*Kakak yg td juga blg” makanya jangan di KAMMI terus,tapi cobalah keluar dr kotak”, dengan tegas ana jawab “ ana tidak di KAMMI, tp di mushollah (ehm)”. Lanjutnya lagi, mana mungkin kita tau bgmna dunia luar klo kita trus terkungkung dengan kotak kenyamanan kita”
>>>untuk bagian ini, ana ingin berkata banyak. Kadang ana temui kader, yang komentarx gini nih “ sy tdk suka gabung2 di himpunan, di BEM, dan perkumpulan sejenisx yg campur baur”. Ana paling suka ketemu dg org yang kaya’ gini nih. Paling ana jawab “ trus klo pasca kampus, bgmna tuh ?”. Yang ada ketika kita adalah org yang seperti ini, ketika keluar kampus, maka kita akan “ shock culture “. Why ? Ikhwan wa Akhwat. Bisa di bilang di kampus itu posisi nyaman kita. Gampang banget ketemu ma yang namanya kader. Klo ada agenda, yaaa, masih ada pisah ikhwan akhwat lah. Nah klo di luar sana ? JARANG !!! Ana pernah ngisi kajian di himpunan, dan konteks pembahasanx hampir sama. Ada yg blg “ makax islam menganjurkan untuk memilih pekerjaan seputar perdangan, pendidikan, dan...(ana lupa). Lagi2, ana fans ma org kaya’ gini. Ana akan jawab “ Trus, bidang yang lain siapa yang ngurusin ???? “. Sepertinya banyak yang begitu, nyari posisi nyaman. Padahal ada dalilnya yg intinya “ Orang-orang yang bersabar terhadap gangguan sekitarnya itu lebih baik daripada org yang menghindar “. Makanya, klo ada org yg blg “ politik itu haram “, maka ana adalah penentang kerasnya. Rela tidak kita membiarkan orang2 tidak bertanggungjawab berlindung di balik UU, bersemedi di parlemen2, memegang kekuasaan-kekuasaan ? Klo rela, artinya kita RELA RAKYAT MENDERITA !!! Nah, klo kita nyadar dengan hal ini, maka menjadi pertanyaan ana “ Dimana kita dapat bekalnya ?” ya di kampuslah ( eh dijawb sendiri ). Ana pernah diskusi dengan kader pergerakan lain yang mengkritik ana dan teman2 krn mengadakan diskusi yg pesertanya ikhwan akhwat tanpa ada hijab. Jadi ana jawab “ Memang ditempat2 pekerjaan, pasca kampus, di sana pke hijab ya ? “ Jawaban ana bukan berarti ana tidak sepakat dengan hijab, namun ana fikir ini tempat latih kendali bagi diri kita di luar nantinya di mana kita dipertemukan dengan kondisi yang pergaulannya minta ampun. Tapi tentunya kita harus fahami dasarx dulu lah. Trus kader yg tadi blg “ bukankah islam mengajarkan untuk itu ? “ ya ana senyum2 aja. Memangx yang kami kerja bukan utk islam ? Terbayang gak, klo kita msuk dunia kerja nanti, trus kita bilang di tempat kerja” eh pasang hijab nah “. Yang ada orang2 mengerutkan keningnya. Step by steplah. Klo ana gak terbiasa ngomong langsung ma yg namanya ikhwan, maka yang ada adalah td ana akan shock berbicara ma bos2.
Menitipkan Pelangi di Langit Lain
Mungkin sering kita dengar, terlebih yg ikut Green Kampus hr ini, di sampekan o/ Bapak WR3
“Seseorang menanam kurma, dimana butuh berpuluh tahun dari kurma ini untuk berproduksi. Ditaxlah sang penanam ini, ngapain nanam kurma, toh bukan kita yg dapat hasilnya dikarenakan lamax masa utk berbuah. Kemudian jawab sang penanam, untuk generasi yg akan datang”
Ana sdikit menganalogikan hal di atas dengan kita, yang mungkin kesadaran untuk berbuat bnyak, katakanlah berprestasi, organisatoris handal, dan hal lain yang senada, itu baru muncul dalam benak fikir kita tatkala kesempaan itu telah lewat. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan skala mahasiswa, bepergian ke luar negeri dll, yg kita baru tersentak ketika usia kampus kita telah lewat. Atau mungkin bekal2 utk itu seharusx kita bawa sebelum msuk kampus. Kemudian apakah akan terpasang dalam diri kita spanduk bertuliskan satu kata “ MENYESAL “ ?
Klo dalam kisah kurma, sang penanam mmg tdk menuai hasil kurmanya, tetapi generasix yg akan menuai. Klo kita, yg baru tersadar, menurut ana, lagi2 teringat sebuah hadist dalam bukux ust. Anis Matta, kurang lebih seperti ini “ Barang siapa mempersiapkan seseorang utk berperang, maka ia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala yg didapatkan oleh orang yg berperang itu”.
Menyesal mgkn boleh2 saja, tapi biarkan ia laksana kereta api yg singgah di stasiun menurunkan penumpang kemudian beranjak pergi. Tidak berlama-lama.
Jadi ? Kesadaran yang terlambat datang itu, kita titipkan kepada mereka, yang masih berpeluang. Titip dalam arti, kita menempa mereka untuk “mampu menjadi seperti sesuatu yg tak sempat kita raih”. Karena kita yakin bahwa sesuatu itu adalah hal yang berharga. Terlebih ketika di arahkan utk kebaikan-kebaikan. Betapa banyakx orang yang punya kelebihan-kelebihan, namun sayang, kelebihan itu tak ia gunakan untuk “yang seharusnya”.
Tak ada kata terlambat, meskipun dalam hal ini, kita layaknya”hanya” sebagai sutradara, dimana yang bermain di atas panggung bukan diri kita, yang terkenal bukanlah kita.
Inti yg ingin ana sampekan adalah, Maka bersyukurlah yang mengenal jalan dakwah, yang mengenal hakikat kehidupan. Why? karena dengan kesadaran itu, diri kita tergerak mengumpulkan berbagai macam warna dalam diri kita untuk kontribusi kita melukis pelangi di atas kanvas kehidupan. Sebuah pelangi yang akan membuat orang-orang tercengang, dan juga bersegera utk melukis pelangi. Hingga akhirnya kita punya pelangi yang sama, kita punya tujuan hidup yang sama.
"Mungkin warna yang mampu kita kumpulkan hanya sebagian saja, tapi jadikanlah orang lain mampu untuk melengkapi warna pelanginya"
Langganan:
Komentar (Atom)