Sabtu, 25 Mei 2013

Menitipkan Pelangi di Langit Lain

Mungkin sering kita dengar, terlebih yg ikut Green Kampus hr ini, di sampekan o/ Bapak WR3

“Seseorang menanam kurma, dimana butuh berpuluh tahun dari kurma ini untuk berproduksi. Ditaxlah sang penanam ini, ngapain nanam kurma, toh bukan kita yg dapat hasilnya dikarenakan lamax masa utk berbuah. Kemudian jawab sang penanam, untuk generasi yg akan datang”

Ana sdikit menganalogikan hal di atas dengan kita, yang mungkin kesadaran untuk berbuat bnyak, katakanlah berprestasi, organisatoris handal, dan hal lain yang senada, itu baru muncul dalam benak fikir kita tatkala kesempaan itu telah lewat. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan skala mahasiswa, bepergian ke luar negeri dll, yg kita baru tersentak ketika usia kampus kita telah lewat. Atau mungkin bekal2 utk itu seharusx kita bawa sebelum msuk kampus. Kemudian apakah akan terpasang dalam diri kita spanduk bertuliskan satu kata “ MENYESAL “ ?

Klo dalam kisah kurma, sang penanam mmg tdk menuai hasil kurmanya, tetapi generasix yg akan menuai. Klo kita, yg baru tersadar, menurut ana, lagi2 teringat sebuah hadist dalam bukux ust. Anis Matta, kurang lebih seperti ini “ Barang siapa mempersiapkan seseorang utk berperang, maka ia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala yg didapatkan oleh orang yg berperang itu”.

Menyesal mgkn boleh2 saja, tapi biarkan ia laksana kereta api yg singgah di stasiun menurunkan penumpang kemudian beranjak pergi. Tidak berlama-lama.

Jadi ? Kesadaran yang terlambat datang itu, kita titipkan kepada mereka, yang masih berpeluang. Titip dalam arti, kita menempa mereka untuk “mampu menjadi seperti sesuatu yg tak sempat kita raih”. Karena kita yakin bahwa sesuatu itu adalah hal yang berharga. Terlebih ketika di arahkan utk kebaikan-kebaikan. Betapa banyakx orang yang punya kelebihan-kelebihan, namun sayang, kelebihan itu tak ia gunakan untuk “yang seharusnya”.

Tak ada kata terlambat, meskipun dalam hal ini, kita layaknya”hanya” sebagai sutradara, dimana yang bermain di atas panggung bukan diri kita, yang terkenal bukanlah kita.

Inti yg ingin ana sampekan adalah, Maka bersyukurlah yang mengenal jalan dakwah, yang mengenal hakikat kehidupan. Why? karena dengan kesadaran itu, diri kita tergerak mengumpulkan berbagai macam warna dalam diri kita untuk kontribusi kita melukis pelangi di atas kanvas kehidupan. Sebuah pelangi yang akan membuat orang-orang tercengang, dan juga bersegera utk melukis pelangi. Hingga akhirnya kita punya pelangi yang sama, kita punya tujuan hidup yang sama.

"Mungkin warna yang mampu kita kumpulkan hanya sebagian saja, tapi jadikanlah orang lain mampu untuk melengkapi warna pelanginya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar