Sabtu, 25 Mei 2013

Warna Warni Pengalaman


Hari ini dapat job dadakan jd volunter job’s fair di PKP. Bertemu dengan perusahaan-perusahaan, dan tentunya para pencari kerja. Banyak pelajaran bin pengalaman, baik dengan wawancara ( cerita2 ) dan observasi (liat-liat).

*cerita-cerita dengan pelamar kerja di stand perusahaan tempat ana bertugas td, katax ni “ dulu saya pernah interview di sebuah perusahaan. Interviewx pke bhs. Inggris. Saya heran, para pelamar yang lain berbagai pertanyaan dihidangkan, tp sy cuman satu menu pertanyaan”. Dan yg paling membuat ana “terkesima” ktika dia blg “ klo interviewerx bertanya, pertanyaanx blum slese, sy lngsung jawab, alias sy potong pertanyaanx”. Ana nax, trus apa yg mbuat gak lulus? Katax” untuk interview selanjutx, sepertix saya harus memperbaiki cara bicara saya ( tdk memotong pertanyaan/pembicaraan).
>>> ATTITUDE. Ana pernah mengikuti seminar, dan yang paling diperhitungkan dalam dunia keja adalah sikap, Intelektual alias IPK mah urutan kesekian. Ingat filmx 3 IDIOT ? Film kesukaan ana. Mengajarkan bgmana seorang Ranchondas mampu mengantrkan kedua sahabatx, Farhan dan Raju, pada keberhasilan. Tapi bukan itu yg ingin ana bahas. Mari mengingat lagi film itu ( bagi yg blum , segera mi ). Ketika seorah Raju melamar k perusahaan yg ketika wawancara dia bersikap terus terang, kemudian kata interviewerx “ Begini, keterus teranganmu ini tdk baik utk perusahaan kami.Kami btuh seseorang yang mampu berdiplomasi utk melayani para pelanggan. Dan caramu ini terlalu lurus. Namun, jika kamu dapat memberikan jaminan bahwa kamu dpt mengendalikan sifat kamu ini, maka sesuatu bisa saja terjadi ( diterima )”. Kemudian jawab Raju“...sepertinya itu tdk akan terjadi Pak.” Kemudian ia berbalik keluar. Tiba2 sang interviewer memanggilnya dan berkata “ Tunggu. Aku sudah melakukan perekrutan selama 25 tahun. Melakukan banyak wawancara. Untuk mendapatkan pekerjaan, orang-orang selalu mngatakan” iya “ atas apa yang kami minta. Darimana asalmu ? Berapa gaji yag saudara inginkan ? Mari kita bicarakan”.

*banyak yg ana amati yg ana berkesimpulan pentingx organisasi
>>> perlunya JARINGAN, LINK, RELASI. Itulah gunanya ORGANISASI. Ana teringat dulu, ketika usia ana msih muda di usia kampus, ana nax ke senior yg dah kerja “ Kak, apa gunax organisasi kah ? Jawabnya” Nantilah di dunia kerja, baru jawab sendiri “<<<

*lagi-lagi cerita2 dengan seorang kakak yg panggil jd volunter( mantan ketua FKMKI ). Katax “ sy punya teman, dia kerja di Bank BCA, gajinya 8 jutaan ( lupaka’, yg jelasnya >8jt), tapi dia bosan dengan kerjanya ( wah, gaji segitu bosan ? ), krn kerjanya monoton. Akhirnya dari gajinya ia membeli lahan dan di tanami ubi gajah, panen pertama hasilnya puluhan juta ( klo gak salah 30 juta ), kmudian beli lagi lahan. Dan skrg berhenti jadi pegawai Bank”.
>>>Alhamdulillah, ana anak pertanian<<<

*Kakak yg td juga blg” makanya jangan di KAMMI terus,tapi cobalah keluar dr kotak”, dengan tegas ana jawab “ ana tidak di KAMMI, tp di mushollah (ehm)”. Lanjutnya lagi, mana mungkin kita tau bgmna dunia luar klo kita trus terkungkung dengan kotak kenyamanan kita”

>>>untuk bagian ini, ana ingin berkata banyak. Kadang ana temui kader, yang komentarx gini nih “ sy tdk suka gabung2 di himpunan, di BEM, dan perkumpulan sejenisx yg campur baur”. Ana paling suka ketemu dg org yang kaya’ gini nih. Paling ana jawab “ trus klo pasca kampus, bgmna tuh ?”. Yang ada ketika kita adalah org yang seperti ini, ketika keluar kampus, maka kita akan “ shock culture “. Why ? Ikhwan wa Akhwat. Bisa di bilang di kampus itu posisi nyaman kita. Gampang banget ketemu ma yang namanya kader. Klo ada agenda, yaaa, masih ada pisah ikhwan akhwat lah. Nah klo di luar sana ? JARANG !!! Ana pernah ngisi kajian di himpunan, dan konteks pembahasanx hampir sama. Ada yg blg “ makax islam menganjurkan untuk memilih pekerjaan seputar perdangan, pendidikan, dan...(ana lupa). Lagi2, ana fans ma org kaya’ gini. Ana akan jawab “ Trus, bidang yang lain siapa yang ngurusin ???? “. Sepertinya banyak yang begitu, nyari posisi nyaman. Padahal ada dalilnya yg intinya “ Orang-orang yang bersabar terhadap gangguan sekitarnya itu lebih baik daripada org yang menghindar “. Makanya, klo ada org yg blg “ politik itu haram “, maka ana adalah penentang kerasnya. Rela tidak kita membiarkan orang2 tidak bertanggungjawab berlindung di balik UU, bersemedi di parlemen2, memegang kekuasaan-kekuasaan ? Klo rela, artinya kita RELA RAKYAT MENDERITA !!! Nah, klo kita nyadar dengan hal ini, maka menjadi pertanyaan ana “ Dimana kita dapat bekalnya ?” ya di kampuslah ( eh dijawb sendiri ). Ana pernah diskusi dengan kader pergerakan lain yang mengkritik ana dan teman2 krn mengadakan diskusi yg pesertanya ikhwan akhwat tanpa ada hijab. Jadi ana jawab “ Memang ditempat2 pekerjaan, pasca kampus, di sana pke hijab ya ? “ Jawaban ana bukan berarti ana tidak sepakat dengan hijab, namun ana fikir ini tempat latih kendali bagi diri kita di luar nantinya di mana kita dipertemukan dengan kondisi yang pergaulannya minta ampun. Tapi tentunya kita harus fahami dasarx dulu lah. Trus kader yg tadi blg “ bukankah islam mengajarkan untuk itu ? “ ya ana senyum2 aja. Memangx yang kami kerja bukan utk islam ? Terbayang gak, klo kita msuk dunia kerja nanti, trus kita bilang di tempat kerja” eh pasang hijab nah “. Yang ada orang2 mengerutkan keningnya. Step by steplah. Klo ana gak terbiasa ngomong langsung ma yg namanya ikhwan, maka yang ada adalah td ana akan shock berbicara ma bos2.

Menitipkan Pelangi di Langit Lain

Mungkin sering kita dengar, terlebih yg ikut Green Kampus hr ini, di sampekan o/ Bapak WR3

“Seseorang menanam kurma, dimana butuh berpuluh tahun dari kurma ini untuk berproduksi. Ditaxlah sang penanam ini, ngapain nanam kurma, toh bukan kita yg dapat hasilnya dikarenakan lamax masa utk berbuah. Kemudian jawab sang penanam, untuk generasi yg akan datang”

Ana sdikit menganalogikan hal di atas dengan kita, yang mungkin kesadaran untuk berbuat bnyak, katakanlah berprestasi, organisatoris handal, dan hal lain yang senada, itu baru muncul dalam benak fikir kita tatkala kesempaan itu telah lewat. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan skala mahasiswa, bepergian ke luar negeri dll, yg kita baru tersentak ketika usia kampus kita telah lewat. Atau mungkin bekal2 utk itu seharusx kita bawa sebelum msuk kampus. Kemudian apakah akan terpasang dalam diri kita spanduk bertuliskan satu kata “ MENYESAL “ ?

Klo dalam kisah kurma, sang penanam mmg tdk menuai hasil kurmanya, tetapi generasix yg akan menuai. Klo kita, yg baru tersadar, menurut ana, lagi2 teringat sebuah hadist dalam bukux ust. Anis Matta, kurang lebih seperti ini “ Barang siapa mempersiapkan seseorang utk berperang, maka ia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala yg didapatkan oleh orang yg berperang itu”.

Menyesal mgkn boleh2 saja, tapi biarkan ia laksana kereta api yg singgah di stasiun menurunkan penumpang kemudian beranjak pergi. Tidak berlama-lama.

Jadi ? Kesadaran yang terlambat datang itu, kita titipkan kepada mereka, yang masih berpeluang. Titip dalam arti, kita menempa mereka untuk “mampu menjadi seperti sesuatu yg tak sempat kita raih”. Karena kita yakin bahwa sesuatu itu adalah hal yang berharga. Terlebih ketika di arahkan utk kebaikan-kebaikan. Betapa banyakx orang yang punya kelebihan-kelebihan, namun sayang, kelebihan itu tak ia gunakan untuk “yang seharusnya”.

Tak ada kata terlambat, meskipun dalam hal ini, kita layaknya”hanya” sebagai sutradara, dimana yang bermain di atas panggung bukan diri kita, yang terkenal bukanlah kita.

Inti yg ingin ana sampekan adalah, Maka bersyukurlah yang mengenal jalan dakwah, yang mengenal hakikat kehidupan. Why? karena dengan kesadaran itu, diri kita tergerak mengumpulkan berbagai macam warna dalam diri kita untuk kontribusi kita melukis pelangi di atas kanvas kehidupan. Sebuah pelangi yang akan membuat orang-orang tercengang, dan juga bersegera utk melukis pelangi. Hingga akhirnya kita punya pelangi yang sama, kita punya tujuan hidup yang sama.

"Mungkin warna yang mampu kita kumpulkan hanya sebagian saja, tapi jadikanlah orang lain mampu untuk melengkapi warna pelanginya"

Sabtu, 28 April 2012

Ketika Dakwah belum Merasuk ke Sendi Kehidupan


 “ Knapa si A gak datang, knapa si B tidak amanah, knapa si C ini dan itu, Bukankah ia kader dakwah? Kader tarbyah ? tapi kok kelakuannya kaya’ gitu ?”
Mungkin dalam beberapa agenda, kepanitiaan, atau kegiatan lain yang melibatkan kontribusi para kader, pertanyaan seperti itu sering kita ucapkan atau kita dengar. Pertanyaan yang menimbulkan kesan negative terhadap yang bersangkutan. Wajar saja, karena mungkin di pemikirannya, ketika julukan kader tarbyah telah melekat dalam diri seseorang, maka yang ada adalah orang itu sudah “ faham “, dalam arti orang itu senantiasa bersemangat dalam setiap agenda, disiplin, militan, jago diskusi, dan lain-lain.
Yah. Terkadang kita banyak menuntut. Menuntut kesempurnaan dari manusia berlabelkan kader tarbyah. Sehingga ketika apa yang kita harapkan darinya tidak terwujud, maka lagi-lagi pertanyaan itu muncul “ kok begitu, bukankah dia seorang kader ?”. Sedikit mengutip dari buku Sudahkah Kita Tarbyah “ …- ada tiga sebab mengapa seorang pemain tidak mampu menerjemahkan instruksi pelatih di lapangan. Sebab pertama, seorang pemain tidak paham dengan apa yang dimaui pelatih. Ketidaktahuan seorang pemain membuatnya banyak membuat kesalahan. Sebab kedua, seorang pemain sudah mengalami kelelahan, sehingga meski ia tahu apa yang harus dikerjakannya, ia tetap tidak mampu menunaikan tugas dan perannya dengan baik. Sebab ketiga,  seorang pemain malas atau menentang instruksi pelatih dengan berbagai alasan. Misalnya, karena perbedaan persepsi, atau perbedaan pendapat, atau perbedaan tujuan. Ketidakmampuan jenis ini dilakukan oleh pemimpin dengan kesadaran penuh untuk membangkang instruksi pelatih”. Jika disubtitusikan ke dalam aktifitas dakwah, maka saya kira tidak jauh beda. Saya ingin menambahkan point ke empat, yakni pemain tidak cinta lagi dengan apa yang dikerjakannya. Semangat di awal, akan tetapi, semangat itu kian pudar termakan waktu ditambah lagi tidak adanya pembaharuan. Komplit dah.
Contoh yang bisa kita lihat adalah dalam kehidupan berorganisasi. Kadang para aktor yang berkecimpung dalam wilayah itu tidak semuanya betul-betul menaruh hati terhadap apa yang diembannya itu. Hingga, kerjanya pun macet-macet, terkecuali jika memang dia punya alasan yang logis. Sekarang kita mnghubungkannya dengan dakwah, karena kita tertaut dalam organisasi dakwah. Dalam Fadhail Dakwah dituliskan : Jika kita melihat ayat-ayat Al-Quran maupun hadist-hadist Rasulullah saw, kita akan banyak menemukan fadhail(keutamaan ) dakwah yang luar biasa. Dengan mengetahui, memahami, dan menghayati keutamaan dakwahini seorang muslim akan termotivasi kuat   untuk melakukan dakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah dimanapun ia berada. Mengetahui keutamaan dakwah termasuk faktor terpenting yang mempengaruhi konsistensi seorang muslim dalam berdakwah dan menjaga semangat dakwah, karena keyakinan terhadap keutamaan dakwah apat menjadikannya merasa ringan menhadapi beban dan rintanga dakwah betapapun beratnya. Keutamaan-keutamaan dakwah yakni Dakwah adalah Tugas Muhimmatur Rusul ( Tugas para Rasul)- QS.Yusuf : 108, QS. Nuh : 5,  ; Ahsanul A’mal ( Amal yang terbaik )-QS. Fushilat : 33; Para Da’i dakwah akan memperoleh balasan yang besar adan berlipat ganda- Hadist ; Menyelamatkan kita dari azab Allah-Hadist ; Jalan Menuju Khairu Ummah – Ali Imran : 110.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, kita yang kemudian tergabung dalam organisasi dakwah, mengapa kita terkadang  kelihatan lesu dalam bekerja ? Sementara fadhail dakwah sungguh luar biasa. Jawabannya, menurut saya, karena belum faham betul ttg fadhail itu. Mungkin kita tahu keutamaanya, dari A sampai Z, tapi kita belum difahamkan. Belum tertanam secara kuat dalam hati dan benak kita. Mungkin sudah puluhan buku dakwah kita baca, ta’lim-ta’lim yang kita ikuti, bahkan tarbyah pun menjadi menu pekanan kita. Akan tetapi, ketika petunjuk itu belum datang, ya seperti itulah. "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.." (Al-Qashash : 56).
Saya disini bukan mau menghakimi siapapun yang tidak bersemangat dalam kerja-kerja dakwah, saya sendiripun belum bisa mengukur sejauh mana semangat saya. Hanya, ingin mengatakan bahwa, ketika saudara-saudara kita satu organisasi terlihat down, bahkan mungkin tidak pernah terlihat dalam  agenda-agenda, meskipun dia orang yang tertarbyah, maka beberapa kemungkinan, yakni memang dia tidak cinta dengan organisasi itu, dijebak, terlebih ketika ternyata dipaksa masuk organisasi, atau yang lebih kita takutkan adalah belum ditanamkan petunjuk oleh-Nya. Sehingga ketika kondisi seperti itu kita jumpai, terkadang kita jengkel, marah, dan apalah terhadapnya. Padahal kita tidak tahu kondisi yang sesungguhnya. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal seperti ini.
Lanjut dalam buku itu “ Hanya mereka yang terberdayakan yang akan senantiasa siap memikul beban dakwah. Beban dakwah hanya sanggup dipikul oleh mereka yang  mengerti tentang apa dan bagaimana dakwah itu”. Tugas kita sekarang, adalah bagaimana kita mencari hati dakwah itu untuk kemudian kita rebut, kita sandingkan ia dengan hati kita, dan kita rawat, sehingga ia pun bisa merawat hati kita. Sehingga kita menjalani rutinitas kita dengan penuh cinta.
Seorang anak kecil, ketika disuguhi makanan, tetapi ia tidak suka, kita pun terus memaksa agar ia mau memakannya. Tetap saja ia tidak mau. Kita pun kecewa. Karena bosan merasa dipaksa, sang anak pun lari meninggalkan kita. Bahkan, lebih parahnya lagi, makanan itu diambil sang anak kemudian dilemparkan.# Marahversianakkecil

Milik Allah lah segala petunjuk

Ya Raab …
Fahamkanlah kami tentang dakwah
Langkahkanlah kaki kami di atas jalan dakwah
Naungilah kami di bawah langit dakwah
Dan jadikanlah kami diantara orang-orang yang senantiasa Engkau istiqomahkan di jalan dakwah

Senin, 31 Januari 2011

Bagaimana Menyentuh Hati # BAGIAN 2 #


Tukang Sapu dan Tukang Sampah
Ada seorang akh bertanya kepada saya tentang”kiat sukses memikat hati”. Saya katakan,” Kita percaya bahwa manusia itu sama. Ini tercermin ketika kaum muslimin berada di dalam masjid. Yang miskin duduk berampingan dengan yang kaya, yang lemah berdampingan yang kuat, tukang sapu dan tukang sampah sama seperti kebanyakan manusia lain dalam masjid. Tetapi sayang, hal ini tidak diaplikasikan diluar masjid. Apakah ketika anda lewat di jalanan dan bertemu salah seorang tukang sapu, Anda mengucapkan salam padanya?”
“Tidak,” jawabnya.
Saya katakan,” Itu karena Anda tidak peduli kepadanya. Sungguh, Rasul saw. Telah melarang perbuatan demikian melalu sabdanya,” Janganlah kalian menganggap remeh suatu kebaikan walau itu hanya sekedar bermuka ceria ketika bertemu saudaramu.” Bila anda melakukan hal itu, lalu anda ucapkan salam kepadanya, baik kenal maupun tidak, berarti Anda telah menhargai dirinya dan memberinya rasa optimis dalam menatap kehidupan, karena sebelumnya ia merasa dari golongan terasing dalam masyarakat. Ia merasa tidak seorang pun yang menghargainya atau sekedar mengajaknya berbicara dengan baik.
Bila Anda ucapkan salam kepadanya di suatu hari, maka ia akan menantimu lewat di jalan itu, hanya untuk mendapatkan salam darimu. Ketahuilah, telah banyak orang yang mengabaikan sesuatu yang selama ini ia cari-cari dan dambakan.”
Pada hakikatnya tukang sapu dan tukang sampah yang bekerja sebagai petugas mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dan dari jalanan ke jalanan, berhak mendapatkan penghargaan. Karena kita merasa terbantu dengan pekerjaan yang sulit dan kotor ini.
Oleh karena itu, Negara berkewajiban memberikan gaji yang berlipat atau memberinya tunjangan biaya kesehatan. Karena pada hakikatnya, ia lebih mudah terserang banyak penyakit, yag disebabkan oleh seringnya berhubungan dengan kotoran-kotoran itu.
Jika kita memahami tujuan dakwah, yaitu dakwah pembenahan, guna meujudkan masyarakat islami, maka tidak akan terlewat dari pikiran kita untuk memahami kenyataan ini, yang dapat menyatukan hati dan menjernihkan akhlak.
Pada suatu hari saya berada di masjid Kurmuz, Iskandaria, membicaakan hal tentng hal ini bersama beberapa ikhwah. Ketika saya selesai berbicara, tiba-tiba saya dihampiri seorang pemuda, seraya mengatakan,”Saya sangat terkesan dengan pembahasan ini.” Setelah saya tanya, ternyata ia bekerja sabagai tukang kebesihan dan tukang sapu. Lalu saya katakana,” Bukankah kannas (tukang sapu) itu kan-nas ( sama seperti manusia lain)?”
Sungguh, ini kata-kata spontan belaka, yang kebetulan pas saja.
***

Dikutip dari buku :” Bagaimana Menyentuh Hati” karya Abbas As-Siisiy

Bagaimana Menyentuh Hati # BAGIAN 1 #


Pengunjung Masjid
Ikhwan yang sering berkumpul di masjid terkadang kurang memperhatikan orang-orang yang datang untuk melaksanakan shalat. Mereka mengira bahwa hal ini menyalahi kebiasaan kampung setempat, maka mereka pun tidak menyambut hangat kehadiran orang-orang itu dan tidak pula mengucapkan salam kepada mereka.
Boleh jadi tidak mengucapkan salam merupakan tradisi penduduk kampung, karena jumlah mereka sedikit dan sudah saling mengenal. Namun di kota-kota besar jumlah orang yang melakukan shalat amat banyak. Dengan sikap seperti ini para pemuda telah menyia-nyiakan kesempatan untuk berkenalan, khususnya di masjid. Bukankah kita telah belajar agar member salam kepada siapapun, baik yang kita kenal maupun tidak.
Para imam masjid dan orang-orang yang mengurus masjid, terutama para aktivis dakwah, hendaknya gemar berkenalan dan menarik simpati, khususnya ketika di masjid. Shalat berjamaah di masjid mendapatkan pahala dua puluh tujuh kali lipat dibanding shalat sendirian. Demikian itu agar diantara kaum muslimin terjalin saling mengenal.
Sebagian pemuda, ketika mendapat nikmat hidayah dari Allah lalu pergi ke masjid untuk pertama kalinya, merasa terasing. Perasaan itu semakin bertambah bila sebagian jamaah menatapnya dengan dingin dan masa bodoh. Seharusnya mereka menyambutnya dengan perasaan senang, mesra, dan berseri-seri, hingga ia segera menyatu dengan mereka dengan penuh ketulusan hati.
Beberapa tahun yang lalu, pernah seorang pengurus masjid mengusir anak-anak ketika memasuki masjid. Ia menyangka bahwa anak-anak itu hanya akan mengganggu orang yang sedang melakukan shalat dengan kegaduhan dan teriakan-teriakan suaranya. Orang yang mengusir anak-anak dari masjid itu lupa bahwa masjid adalah satu-satunya tempat utnuk mencetak geneasi harapan masa depan dengan aqidah yang benar, ibadah yang lurus, akhlak yang mulia, kejantanan, dan keberanian. Seharusnya mereka menyambut anak-anak itu dan mengarahkannya dengan baik. Boleh jadi Allha SWT menjadikan sebagian dari mereka kekayaan bagi islam.
Sesungguhnya bila Allah member hidayah kepada seseorang karena Anda maka itu lebih baik lagi bagi Anda daripada unta merah.” Salah seorang akh berkata kepadaku,”Ketika saya masih belajar di sekolah dasar dulu, saya sempat mengira bahwa orang yang masuk mesjid harus membeli tiket terlebih dahulu.”
dIkutip dari : Bagaimana Menyentuh Hati   karya Abbas Assiisiy

Rabu, 05 Januari 2011

Paniatia DM1


 SUSUNAN TIM DAURAH MARHALAH 1



Ketua              :           Muh. Afdhal ( FKM 09) 085299744116
Sekretaris       :           Masyitah Utrujjah DN ( Hukum 09 ) 085255424897
Bendahara     :           Anita Dwi Haryati (Farmasi 08) 081355851991



Divisi Acara                                                                           Divisi Dana dan Usaha

Ambo Aman (Manajemen 09) 085282452987                    Nurlaila Malawat ( Elektro 09) 085254695744
Nursija Arianti ( Sastra Arab 09 ) 085342043644                  Ari Sucipto ( Pemerintahan 09) 081355702119
Muh. Nur Ilman R.( Manajemen 010) 085242448930           A.Syarif Hidayatul Hamdi(Pertanian09) 085656746642
Alinda Nurbaeti H. (FIKP 09) 085246726934                       Karmila(Kimia 010) 085211956892


Divisi Perlengkapan                                                              Divivi Publikasi dan Dokumentasi

Muh. Irwan Rizali (FKM 09) 085656665230                      Nurkholis M.(Pertambangan09)085241641124
Mutmainnah ( Elektro 09 ) 085215124909                             M.Ilham Suardi (Pertanian 09)081228025847
Muh. Fadli ( Geologi 010 ) 085230813710                            Mujahidah ( FKM 09 ) 085242532434
Asykur ( Pertanian 010 ) 085255403121                               


Divisi Konsumsi

Wahyudiana Tahir (Farmasi 08 ) 085656332190
A.Miftahul Jannah (Kehutanan 08 ) 085244856337
Hasrul Almani(FKM 09) 081341828086
Dwi Jaya Kusuma (Pertanian 010) 086256486589



Selasa, 04 Januari 2011

untuk siapa yah ??



Pelataran gedung itu tampak ramai dengan beberapa kelompok orang yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bisa dipastikan mereka adalah para mahasiswa. Biasalah…aktivis kampus yang katanya agent of change…Aktivis yang siap bekerja dan berkorban untuk rakyat. Tak asing lagi bagi kita mendengar teriakan mereka-biasanya kalo lagi demo nih-“Hidup Mahasiswa. Hidup Rakyat”! Benarkah teriakan-teriakan itu ????
Di sisi lain, tampak beberapa mahasiswa yang penampilannya agak beda dengan yang lain(sedikit ji bedanya). Aktivis Islam. Sama halnya dengan yang tadi, ingin mengadakan sebuah kegiatan, tepatnya diskusi. Yah…begitulah aktivis. Apalagi aktivis pergerakan. Diskusi, diskusi, dan diskusi. Sepertinya sudah mendarah daging bagi mereka dengan yang namanya diskusi.
Jam 16.00 lewat. Namun yang hadir dalam diskusi itu hanya sedikit, hanya sepersekian jika dibandingkan dengan kader-kader yang sudah terekrut. Diskusi, ajang tukar pendapat dengan mengangkat sebuah tema yang akan dibahas, dengan harapan akan memberikan sebuah solusi. Tapi jika melihat kondisi seperti itu, akan sangat tidak maksimal. Ke manakah yang lain, para kader-kader yang katanya adalah seorang aktivis??? Yang katanya siap membela rakyat??? Dan yang katanya lagi siap menuntaskan perubahan???
Oh iya. Salah satu tips sehat adalah berpositif thinking. Ada benarnya juga. Menurutku. Tapi jika kondisi seperti itu selalu terulang, bahkan mungkin lebih parah lagi, termasuk hanya sedikit yang konfirmasi ketidakhadiran, apa mungkin akan terus berpositif thinking??? Yah…mungkin saja. Tapi sepertinya sulit. Jika memang benar bahwa berpositif thinking itu akan menjadikan kita sehat, namun melihat keadaan seperti itu, maka mungkin saja sudah banyak orang yang sakit.
Seperti itulah keadaan sekarang. Jika melihat database kader, Subhanallah...banyaknya. Tapi ketika tiba pada moment-moment yang menantikan kontribusi mereka, sepertinya jumlah yang sekian banyaknya itu tak ada  artinya sama sekali. Kalo difikir-fikir, tak perlu jumlah yang banyak, asalkan punya semangat dan kemauan kerja yang besar. Mantan  Presiden kita saja, bapak Sukarno, hanya meminta sepuluh pemuda, yang dengan sepuluh pemuda itu beliau akan menggemparkan Indonesia.  Sementara kita ?? Kalo saja dengan jumlah kita yang banyak ini, sama-sama bergandengan tangan, bukan saja Indonesia yang akan kita gemparkan, tapi planet ketiga akan kita buat tercengang. Hehehe… Lebay Mode On…
Kita lanjutkan lagi.
Ada yang mengatakan bahwa ikhwa sementara berevolusi. Sayap-sayap dakwah akan patah satu persatu. Mengapa? Katanya. Karena tak ada lagi kader yang militan. Hemmm…. Ada benarnya juga. Sekali lagi, menurutku. Malah ada yang bilang, kader sekarang kader yang manja. Kader cengengesan. Kader yang banyak mengeluh. Yah, tidak semuanya sih. Hanya sebagian, sebagian kecil, mungkin termasuk saya. Entah siapa yang mesti disalahkan. Salah tarbiyahnya, salah sistemnya, salah orangnya, salah kaderisasinya, atau salah yang lainnya ??? Intinya begini, terjadi penurunan kader. Degradasi kader, kata seorang ikhwa.
Untuk membangun sebuah fakultas madani, kampus madani, dan Indonesia madani, kalau perlu sih, dunia madani, ckckckck…diperlukan yang namanya amal jama’i. Amal jama’i diperoleh dari mana ? diperoleh dari sekumpulan orang-orang yang satu visi satu misi satu tujuan satu langkah satu semangat dan satu yang lainnya. Tak perlulah dalam ruang lingkup yang besar dulu, kita terapkan dalam hal-hal yang kecil. Pernah ada, dalam sebuah kegiatan, beberapa ikhwan disuruh angkat perlengkapan, eh yang satunya malah pergi dengan tangan kosong, pake senyum-senyum lagi…hemmm
Itulah salah satu penyakit kita, yang masih menggerogoti beberapa saudara-saudara kita, tidak menutup kemungkinan penulis juga tertular. Entah pake obat apa untuk memulihkannya. Ataukah mungkin kita kembali bertanya pada diri kita sendiri,” Benarkah Aku Seorang Aktivis, Seorang Kader Tarbiyah?”